Rabu, 26 Oktober 2011

Teror Beruntun, Papua Masuk Status Waspada

Situasi Papua kian memanas. Sejumlah warga mati. Ada juga polisi yang tewas. Itu sebabnya aparat di sana kian ketat mengawasi wilayah itu. Seluruh pulau itu dalam status waspada. Dan status Siaga Satu untuk Puncak Jaya.

Di Kabupaten Puncak Jaya itulah Komisaris Polisi Dominggus Oktavianus Awes disergap gerombolan bersenjata Senin 24 Oktober. Ia tewas. Bukan polisi biasa, Dominggus adalah Kapolsek Mulia. Ia dimakamkan Rabu, 26 Oktober 2011.

Polisi menyebutkan bahwa yang menghabisi Dominggus adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM). Itu organisasi yang didirikan sejumlah tokoh Papua pada Februari 1965 di Manokwari. OPM memiliki sayap militer yang disebut Tentara Pembebasan Nasional (TPN). Pasukan TPN itulah yang kerap kali bertempur dengan TNI dan juga polisi di sejumlah tempat.

Sesudah penembakan Dominggus itu, suasana Puncak kian Jaya panas. “Sampai sekarang masih ada serangan kelompok separatis secara sporadis,” kata Kapolda Papua Irjen Pol BL Tobing, usai pemakaman Dominggus.

Serangan mendadak dan sporadis, belakangan ini memang kian sering terjadi wilayah paling timur itu. Dan yang paling mencekam adalah Kabupaten Puncak Jaya. Baku tembak terjadi hampir saban hari.

Sehari sesudah penembakan Kapolsek Dominggu itu, Selasa 25 Oktober 2011, Pos Komando Taktis Brimob di Mulia diberondong senjata dari atas gunung. Jika benar OPM, tampaknya mereka kian berbahaya dan punya nyali. Sebab Pos Komando Taktis Brimob itu, letaknya tidak begitu jauh dari Mapolres Puncak Jaya.

Belakangan ini Puncak Jaya memang jadi sasaran empuk kelompok bersenjata ini. Sesudah memberondong Pos Brimob itu, dalam hitungan jam, Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten itu dibakar.

Wilayah yang juga tengah memanas adalah Mimika, kabupaten kaya tambang yang ibukotanya adalah Timika. Jumat pekan lalu, tiga orang tewas ditembak di situ. Para pelaku masih misterius. Penembakan kembali terjadi, Rabu 26 Oktober 2011. Satu unit mobil patroli milik PT Freeport diberondong ketika keliling patroli rutin.

Jika pelaku penembakan di Timika itu masih ditelusuri, para pelaku di Puncak Jaya sudah diidentifikasi. Mereka yang menyerang Kapolsek Domingus itu bertubuh garing dan nyeker alias tanpa sepatu atau sandal. Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, juga meyakini bahwa mereka adalah OPM.

Taktik yang dipakai kelompok ini, lanjut Lukas, berbeda dengan taktik OPM selama ini. Jika sebelumnya mereka memakai taktik hit and run, menembak lalu kabur ke rimba raya, kali ini tidak. Mereka, lanjut Lukas, sudah bergeser ke dalam kota.

Di seluruh Kabupaten Puncak Jaya, urai Lukas, OPM terbagi dalam tiga kelompok. Ada kelompok yang dipimpin Gholiat Tabuni, pimpinan Mathias Wenda, dan kelompok yang berafiliasi dengan OPM yang bermarkas di Papua Nugini. Meski berbeda, tujuan mereka sama. Mewujudkan Papua merdeka.

Sebelum rentetan serbuan sporadis itu terjadi, sejumlah kelompok pro kemerdekaan Papua menggelar Kongres di Lapangan Sepakbola Zakheus, Padang Bulan, Abepura. Sekitar 30 menit perjalanan dari Jayapura.

Saat Kongres memasuki tahap akhir, aparat menerobos masuk membubarkan acara itu. Alasannya jelas. Kongres itu adalah bentuk makar. Dibuka dengan pengibaran Bintang Kejora, bendera kemerdekaan Papua, dan ditutup dengan deklarasi Papua Merdeka. Sejumlah orang tewas dalam kejadian ini.

Taktik Gerombolan Puncak Jaya
Tim khusus kepolisian terus memburu gerombolan di Puncak Jaya itu. Rabu 16 Oktober 2011, misalnya, polisi menguber para pelaku hingga hutan. Tapi bahaya bisa mengintai kapan saja. Itu sebabnya para polisi diminta waspada.

“Petugas tidak diperkenankan berjalan dalam jumlah minor. Minimal harus lima orang,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Pol Anton Bachrul Alam, di Mabes Polri Jakarta.

Polisi mengidentifikasi bahwa kelompok pengacau keamanan di Puncak Jaya jumlahnya 30 orang. Mereka dibelaki senjata api. Kelompok ini sedang mengumpulkan senjata api. Modus yang mereka gunakan adalah merampas senjata dari polisi.

Itulah yang terjadi dengan Kapolsek Dominggus. Gerombolan ini merebut senjatanya. Lalu menembak Dominggus dengan senjata yang sama. Guna mengamankan senjata itu, Mabes Polri memerintahkan seluruh jajaran di sana menjaga ketat gudang senjata. Pengamanan juga terus diperketat.

Tapi tidak mudah mengunci kelompok di Puncak Jaya itu. Sebab itu kawasan yang bergunung terjal. Tak mudah dijangkau. “Kelompok bersenjata ini menduduki puncak gunung. Itu medan berat. Anggota kami tidak terbiasa dengan medan itu, sedangkan mereka sudah biasa,” keluh Anton Bachrul Alam.

Lantaran medan yang sulit itu, Mabes Polri menambah jumlah personil. Selasa kemarin, mereka mengirim satu unit batalion Brimob ke sana. “Kami mengirim pasukan sekitar 300 personel lebih ke Papua,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Pol Sutarman di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Pasukan Brimob secara khusus mengamankan dua daerah yang dikenal rawan di Papua yaitu Puncak Jaya dan Paniai. Kedua daerah ini menjadi prioritas, karena di sini sering terjadi penembakan oleh orang tidak dikenal.

Waspadai Internasionalisasi Isu
Ketua Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan intelijen, Mahfudz Siddiq, meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) untuk memperkuat operasinya di Papua, terutama bila ada indikasi berbagai insiden di bumi Papua ada kaitannya dengan aksi separatisme.

“BIN dan BAIS harus perkuat operasi mereka, terutama kontra-intelijen, dalam menghadapi anasir separatis,” kata Mahfudz. Kekuatan separatis di Papua, katanya, tidak besar. Mereka kalah dalam jumlah anggota maupun persenjataan dengan Gerakan Aceh Merdeka dahulu.

Masalahnya, kata Mahfudz, “Kekuatan separatis Papua menjadi berbahaya karena berpotensi menjadi isu internasional, terkait problem historis-politis dalam penanganan Papua.” Oleh karena itu, Mahfudz mengingatkan pemerintah untuk meminimalisir sebisa mungkin pola-pola pendekatan represif militeristik dalam menangani berbagai persoalan di Papua.

Mahfudz berpendapat, penanganan masalah keamanan di Papua harus tetap mengedepankan aparat kepolisian, sementara TNI diturunkan untuk diperbantukan dalam situasi yang sulit. “Kekuatan TNI harus difokuskan pada penjagaan wilayah-wilayah perbatasan negara yang rawan senagai jalur akses dan infiltrasi anasir separatis,” kata Mahfudz.

Ia memperingatkan TNI agar jangan sampai terpancing melakukan aksi militeristik. “Ini penting, karena bisa jadi ada pihak-pihak yang memang ingin memancing TNI untuk turun tangan dalam skala lebih besar, sehingga akhirnya mereka bisa memunculkan isu pelanggaran hak azasi manusia, dan membawa isu Papua ke ranah internasional,” kata Mahfudz.

Hal yang juga tak kalah pentingnya, imbuh Mahfudz, pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Papua harus terus berkonsentrasi untuk mengefektifkan program pembangunan ekonomi dan kesejahteraan di sana, dalam kerangka otonomi khusus Papua.

Peryataan senada disampaikan Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Menurutnya, pemerintah harus mengedepankan pendekatan humanis dalam menyelesaikan kekerasan di Papua, karena akar permasalahan di Papua selama ini adalah ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat setempat. "Di sana ada perusahaan-perusahaan multinasional, tapi masyarakatnya tetap hidup miskin. Jadi ada ketidakadilan. Ada perusahaan kelas dunia, tapi masyarakat miskin sekali,” kata dia.

Sumber: VivaNews

0 komentar:

Posting Komentar