Jakarta dan sekitarnya sedang mengalami masa transisi dari musim kemarau ke musim penghujan. BMKG menyatakan, kondisi ekstrim yang terjadi normal dengan beberapa catatan.
Kasubid Data Ekstrim Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kukuh Ribudyanto menyatakan, kondisi yang terjadi saat ini adalah normal terjadi di masa transisi dari musim kemarau ke musim penghujan. “Kondisi ini normal terjadi di bulan-bulan ini,” kata beliau. Seperti diketahui, pada Rabu (26/10), Jakarta dilanda hujan lebat yang membuat pohon-pohon tumbang serta beberapa papan iklan roboh.
Kondisi ekstrim yang diperkirakan berlangsung selama 1-1,5 bulan hingga November ini terjadi akibat penguapan lokal. Penguapan lokal yang terjadi saat ini berasal dari laut serta sumber air yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
“Penguapan ini memicu munculnya awan Cumulonimbus yang mampu menimbulkan angin kencang, puting beliung, petir, hujan lebat berdurasi pendek antara satu sampai dua jam dan hujan es,” tambah beliau lagi.
Selama masa transisi, awan Cumulonimbus ini berkumpul dari pagi hingga siang dan hujan akan turun di siang hingga sore antara pukul 12.00 hingga 15.00 WIB. “Jika sudah masuk musim penghujan, hujan bisa terjadi kapan saja,” katanya.
Hal-hal yang perlu diwaspadai antara lain petir dan hujan itu sendiri. “Sebaiknya warga menghindari daerah yang berpotensi disambar petir seperti pohon dan besi. Untuk hujan sendiri, karena bersifat lokal, waspadai munculnya genangan air jika drainase yang ada buruk,” paparnya.
Untuk tanah longsor, waspadai daerah Jakarta dan sekitar yang memiliki kecuraman mencapai 45 derajat, terlebih daerah yang tak terlalu banyak memiliki vegetasi, tutupnya.
Senada, Pakar Departemen Meteorologi ITB Drs Zadrach Ledofij Dupe, M.SI, mengatakan, kondisi yang terjadi di sejumlah daerah ini merupakan kondisi normal. Kondisi ini disebabkan akibat posisi matahari yang berada tepat di atas Jawa.
Alhasil, “Terbentuknya awan konveksi atau Comulonimbus makin efektif,” ungkapnya. Pada posisi ini, radiasi matahari yang ada menjadi maksimal sehingga awan Comulonimbus mudah terbentuk.
Awan aktif ini sendiri memiliki ukuran raksasa yang terletak di ketinggian 17 kilometer. Di dalam awan ini bisa ditemui air, es dan angin. “Karena di puncak awan terdapat es, dinamika es dan air yang ada mengakibatkan munculnya kilat,” paparnya.
Kilat ini sendiri memiliki kemampuan menyambar dari awan ke awan serta dari awan ke Bumi, pada saat ini, angin kencang dipadukan hujan lebat akan memicu munculnya badai kilat atau thunderstorm.
Di sisi lain, pakar dari ITB ini mengatakan, potensi terjadi topan sangat kecil, “Yang terjadi hanya badai,” katanya. Untuk aktivitas bagai kilat sendiri tak akan dipengaruhi La Nina karena kondisi La Nina saat ini masih terpantau lemah, ungkapnya.
Sumber: YahooNews
0 komentar:
Posting Komentar