Seluruh aktivitas di Bangkok, Thailand, terpaksa diliburkan selama lima hari saat volume banjir perlahan namun pasti meningkat dari waktu ke waktu. Ratusan ribu penduduk kota diperintahkan mengungsi, membuat beberapa stasiun transportasi penuh sesak.
Bangkok adalah satu kota di 26 provinsi Thailand yang menderita akibat banjir besar terparah dalam 50 tahun terakhir. Dua per tiga wilayah di Thailand dilaporkan lumpuh. Banjir di beberapa tempat mencapai tinggi orang dewasa, di tempat lainnya banjir mencapai satu meter, dan tidak juga surut hingga berhari-hari.
Banjir besar diikuti dengan longsor menewaskan sedikitnya 373 orang, dua lainnya hilang. Saat ini, tentara dan warga gotong royong menjaga beberapa fasilitas penting di Bangkok dari rendaman banjir. Mereka membangun tanggul menggunakan kantong pasir dan semen. Tim SAR memulai pencarian korban yang terjebak di atap rumah.
Di Bandara Don Muang yang sempat tergenang banjir, semua penerbangan dibatalkan hingga Selasa karena landasan pacu masih tergenang. Sekitar 500 kendaraan diparkir secara ilegal di atas jalan layang antara Ngam Wong Wan dan Pracha Chuen. Mereka memilih memarkir di tempat tersebut, ketimbang membiarkan mesin mobil rusak terendam banjir.
Persediaan makanan dan minuman bagi 12 juta warga Bangkok mulai menipis. Salah satu penyebabnya adalah kepanikan yang melanda, sehingga warga berlomba-lomba membeli banyak makanan dan menimbunnya. Mengatasi hal ini, militer Thailand membagikan makanan ke beberapa titik rawan.
Tembok anti banjir dan tanggul yang didirikan sepanjang sungai Chao Phraya paling rentan terhadap banjir. Namun, daripada tidak ada, tanggul ini lumayan menghalau air, sehingga banjir di Bangkok tidak akan separah tempat lainnya.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh pemerintah setempat, selain menunggu air menuju laut. Inipun tidak mudah, pasalnya hujan deras dan banjir diprediksi masih akan terus berlangsung selama satu bulan ke depan.
"Kini kita sesegera mungkin harus membiarkan air banjir menuju laut dan perlu segera membuat rencana rehabilitasi," kata Yingluck, yang sebelumnya juga mengutarakan bahwa banjir di sebagian ibukota Thailand, Bangkok, bisa berlangsung hingga sebulan.
Thailand Rugi Besar
Menurut Badan Makanan dan Agrikultur PBB (FAO), banjir di Thailand menggenangi sekitar 1,55 juta hektar lahan pertanian atau sekitar 12,5 persen dari lahan keseluruhan. Hal ini akan membuat hasil panen padi menurun dari 25 juta ton menjadi 21 juta ton pada tahun ini.
Padahal, sektor pertanian merupakan sektor vital pendongkrak perekonomian Thailand. mengingat, negara ini adalah satu dari exportir pangan besar dunia. "Walaupun belum ada perkiraan pasti jumlah tanaman yang rusak, namun musim panen padi yang adalah yang paling terancam akibat banjir," tulis FAO dalam pernyataannya.
Banjir juga memaksa ditutupnya tujuh kawasan industri besar di Bangkok, yang meliputi sedikitnya 9.859 pabrik dan sekitar 660.000 pekerja. Hal ini mengganggu proses produksi otomotif, elektronik, dan benda industri lainnya. Di antara pabrik terbesar yang tutup adalah Toyota dan Honda.
Mandeknya produksi tentu saja kan menyebabkan terhentinya pengapalan ke beberapa negara. Prediksi Kementerian Perdagangan Thailand menyebutkan, GDP dari ekspor akan turun menjadi 13 persen, dari 60 persen, pada kuartal keempat.
Di bidang pariwisata, tingkat wisatawan akan menurun menjadi 500.000 sampai 1 juta orang saja. Jumlah ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan target pemerintah Thailand pada tahun ini yang mencapai 19 juta orang.
Pemerintah memperkirakan kerugian akibat banjir berada di kisaran 1,0-1,7 persen dari GDP. Namun, diperkirakan akan terus bertambah, jika banjir di Bangkok tidak segera surut. Hal ini dikarenakan, Bangkok menyumbang 41 persen dari GDP.
Menteri Keuangan Thailand, Thirachai Phuvanatnaranubala, kepada Reuters, mengatakan pertumbuhan ekonomi Thailand pada kuartal keempat akan turun 1,1 persen dibanding tahun lalu. Pertumbuhan tahun ini juga diprediksi tidak lebih dari dua persen.
Pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra juga harus menggelontorkan dana untuk pemulihan sebesar 100 miliar baht atau sekitar Rp29 triliun. Dana tersebut akan diambil dari anggaran negara sebesar 10 persen. Pemerintah juga telah menyetujui defisit anggaran sebesar 400 miliar baht (Rp116 triliun).
Akibat ulah manusia?
Banjir di Bangkok adalah titik kulminasi dari bencana banjir di negara-negara delta sungai Mekong. Sebelumnya awal bulan ini, Filipina banjir akibat dihantam topan Nesat dan Nalgae. Empat juta orang terkena dampaknya, 586.000 warga terpaksa mengungsi. Sekitar 66.000 rumah rusak.
Tingkat permukaan air Mekong tertinggi selama 10 tahun belakangan. Di Kamboja, banjir menggenangi 18 dari 24 provinsi, lebih dari 200.000 mengungsi. Banjir di Vietnam juga tidak kalah dahsyatnya.
Lebih dari 30.000 rumah tenggelam, 59 km persegi persawahan terendam banjir. Dilaporkan, 776 orang meninggal. Curah hujan yang mencapai 25 persen lebih besar dari biasanya dianggap sebagai pemicu banjir.
Namun para ahli, dilansir dari laman Wall Street Journal, mengatakan hujan adalah penyebab kecil dari banjir yang terjadi di Asia Tenggara. Penyebab utama dari bencana tersebut tidak lain adalah berkat mobilisasi manusia yang bertumpuk di satu tempat.
Pada akhir abad lalu, sebelum Thailand menjadi salah satu negara dengan perkembangan ekonomi tercepat di dunia, kurang dari satu juta orang tinggal di Bangkok, dan kurang dari 10 persen yang berniat untuk urbanisasi. Saat ini, jumlah penduduk Bangkok lebih dari 12 juta orang dan lebih dari sepertiga populasi tinggal di perkotaan.
Mobilisasi desa ke kota ini polanya sama di seluruh Asia. Saat ini, penduduk di kota-kota besar Asia mencapai 1,8 miliar jiwa, bandingkan dengan tahun 1950 yang hanya 237 juta. Padahal, Asia merupakan wilayah paling rentan bencana di seluruh dunia.
Kebanyakan kota di Asia, seperti halnya Bangkok, terletak di wilayah landai yang dekat dengan pelabuhan dan wilayah agrikultur. Semakin banyak orang yang pindah ke kota, maka semakin banyak jumlah infrastruktur yang harus dibangun. Di antaranya adalah sekolah, pabrik, dan perumahan.
Daerah-daerah resapan air dicaplok oleh pembangunan jalan dan gedung. Air tanah diserap secara besar-besaran, membuat struktur tanah memadat, sulit menyerap air hujan. Selain itu, hal ini juga berpotensi membuat permukaan tanah lebih rendah.
Semakin maju dan berkembangnya kota, maka akan semakin menarik minat penduduk untuk berdatangan. Bukan lagi dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Ini membuat resiko bencana lebih besar beberapa kali lipat.
Yang Terburuk Masih Belum Datang
Noeleen Heyzer dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik, mengatakan bahwa bencana di Thailand adalah pintu pembuka bagi bencana lainnya yang lebih parah di masa depan. Berdasarkan prediksi statistik, kata Noeleen, bencana akan selalu terulang dalam jangka waktu tertentu, dan biasanya lebih parah di masa mendatang.
"Apakah ini bencana terparah ataukah kita akan melihat lagi bencana yang jauh lebih parah di masa depan? Menurut saya pribadi, yang terburuk masih belum datang," ujar Noeleen.
Bencana ini, lanjutnya, juga akan menghambat pencapaian target pembangunan milenium (MDGs) pada tahun 2015.
Sumber:
VivaNews