Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaludin Rakhmat mengatakan bahwa konflik antara Sunni dan Syiah sudah terjadi sejak lama.
Dia mencontohkan, pada 2007 telah terjadi banyak penyerangan kepada Syiah seperti yang terjadi di Bondowoso, Bangil dan Sampang.
"Mereka sempat masih menyisakan bahwa NU berada di balik penyerangan itu, termasuk di Madura," kata Jalaludin di Kantor Pusat IJABI, Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu 31 Desember 2011.
Saat itu, pada 9 April 2007, kata Jalaludin Tajul Muluk yang saat ini menjadi pembina pesantren Syiah ketika melakukan peringatan maulid Nabi di Sampang, ada sekitar 5.000 orang menghadang dan meminta kepada kepolisian untuk menghentikan kegiatan tersebut.
Serta meminta agar Tajul Muluk menandatangani surat pernyataan untuk tidak melakukan penyebaran aliran Syiah yang dianggap sesat kepada warga setempat.
Kemudian, satu bulan kemudian Tajul Muluk dilantik sebagai Pengurus Daerah IJABI Kabupaten Sampang pada tahun 2007-2010 sebagai Ketua Umum sedangkan kakaknya, Roisul Hukama sebagai Dewan Penasehat. Karena adanya konflik keluarga, kata dia Rois kemudian pindah kepihak lawan yaitu Sunni.
"Karena konflik keluarga, dia pindah ke pihak lawan Tajul Muluk untuk membangun kekuatan buat mengalahkan adiknya, jadi ia meluaskan konflik keluarga dengan memanfaatkan potensi konflik agama," kata dia.
Dari konflik keluarga inilah, pada Kamis, 29 Desember sekitar pukul 9.15, pesantren milik warga Syiah di Nangkernang, Sampang, Madura, dibakar massa.
Jalaludin juga mengatakan, selama hampir empat tahun IJABI dalam melakukan kegiatan keagamaan mendapatkan gangguan dari kelompok-kelompok yang mengakui dirinya sebagai Aswaja. "Gangguan itu bersifat provokasi untuk menyebarkan kebencian kepada Syiah di masjid dan pengajian," kata dia.
Bahkan, kata Jalaludin pada tahun 2009 Tajul Muluk pernah diminta agar menandatangani perjanjian yang berisi bahwa Tajul Muluk tidak akan menyebarkan ajaran Syiah di Sampang dengan syarat Sunni Aswaja dan MUI Sampang tidak menanggap sesat ajaran Syiah.
Kemudian, Tajul menawarkan opsi untuk melakukan dialog ilmiah, namun usulan ditolak. Penghujatan dan ancaman terhadap pengikut Syiah terus berlangsung. Kemudian, Polisi melakukan pertemuan dengan Muspida serta tokoh masyarakat di Sampang. Dalam pertemuan itu, menawarkan tiga opsi, yaitu menghentikan semua aktivitas di wilayah Sampang dan kembali ke paham Sunni, diusir ke luar wilayah Sampang tanpa ganti rugi, kalau tidak dipenuhi maka jemaah Syiah di Sampang harus mati.
Pilihan yang sama juga ditawarkan oleh MUI Sampang, PCNU Sampang dan Muspida Sampang. "Tentu saja Tajul menolak, mereka malah balik menuduh Tajul melanggar kesepakatan, kemudian Tajul diamankan di kantoe polisi," kata dia.
Kemudian, kata dia IJABI mengirimkan tim dari pusat untuk berunding dengan pemerintah Jawa Timur. Pertemuan ini menghasilkan Gentlement's Agreement. Dalam proses negosiasi ini, kata dia tiba-tiba Tajul melepaskan diri dari organisasi IJABI dan hijrah ke Malang.
Sumber: VivaNews
0 komentar:
Posting Komentar