Rabu, 21 Desember 2011

Amankah Indonesia dari Badai Tropis?

Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia memberikan peringatan kepada warganya tentang ancaman cuaca ekstrem. Masyarakat diminta waspada dan siap menghadapi kemungkinan terburuk dari dampak yang ditimbulkan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat misalnya, telah mengeluarkan surat kepada 19 kabupaten yang dinilai rawan terjadi bencana akibat cuaca ekstrem itu.

“Kita sudah sampaikan surat agar kepala daerah mewaspadai bahaya cuaca esktrem dan badai tropis,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar, Ade Edward kepada VIVAnews.com, Selasa 20 Desember 2011.

Menurut Ade, bencana yang mengintai daerah di Sumbar akibat cuaca buruk ini berupa banjir, longsor, puting beliung, gelombang pasang, dan erosi tebing sungai. “Bencana ini mengancam 19 kota dan kabupaten di Sumbar, semua daerah berpotensi,” tambah Ade.

Peringatan dini ini disampaikan terkait prakiraan cuaca yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jakarta. BMKG mencatat, cuaca ekstrem dan ancaman badai tropis tersebut akan melanda sejumlah daerah di Indonesia -termasuk Sumbar- hingga Februari tahun depan.

BPBD Sumbar mengimbau sejumlah kabupaten dan kota membangun kesiapsiagaan untuk menghadapi kemungkinan terburuk. “Kerjasama dan membangun komunikasi menjadi hal mendasar untuk membangun kesiapsiagaan menghadapi risiko bencana,” katanya.

Potensi badai

Pekan lalu, badai tropis Washi memporak-porandakan pesisir pantai di daerah Cagayan de Oro dan Iligan, Filipina. Ratusan bahkan diperkirakan lebih dari seribu orang tewas akibat terjangan badai berkecepatan 90 km/ jam itu.

Pemandangan akibat badai Washi sangat menyedihkan. Rumah warga hancur, pohon bertumbangan, dan mobil-mobil terbalik. Mayat-mayat terkubur lumpur, dan warga yang kehilangan rumah terpaksa berlindung di tempat-tempat pengungsian.

Di Indonesia, BMKG memantau adanya bibit badai di selatan Nusa Tenggara, atau tepatnya di sebelah utara Darwin, Australia. Bibit badai ini akan menimbulkan sejumlah gejala alam, seperti angin yang cukup kencang dan tingginya gelombang laut.

Namun, masyarakat Indonesia diminta tak terlalu mengkhawatirkannya. Pasalnya, badai tropis seperti Washi di Filipina, sangat sulit melewati daerah di sekitar ekuator. "Daerah ekuator tidak sampai dilewati oleh badai seperti itu," kata Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrim BMKG, Kukuh Ribudiyanto.

Menurut dia, badai tropis seperti hanya memiliki kekuatan di daerah yang letaknya di atas lintang 10 derajat ke atas, baik di belahan utara maupun selatan bumi.

"Dia kuatnya di lintang 10 ke atas. Badai sulit terbentuk di daerah ekuator karena efek rotasi bumi," ujar dia. Sehingga bibit badai yang terpantau BMKG itu tidak akan mendekat ke Indonesia.

Meski demikian, Indonesia tak sepenuhnya bebas dari imbas badai yang terjadi di kawasan sekitarnya. Wilayah Nusanatara akan menerima dampak tidak langsung. "Di beberapa daerah mungkin akan mengalami dampak tidak langsung. Pada lintasan pertemuan angin terjadi hujan lebat, namun tergantung posisinya, lama atau tidak angin itu di suatu wilayah," kata Kukuh.

Secara umum, tambah Kukuh, cuaca ekstrem memang mengancam Indonesia. Memasuki musim hujan pada Desember ini, telah menunjukkan tanda-tanda itu. "Bahwa Desember ini potensi ekstrem di beberapa daerah sudah terjadi, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa, di Jawa sampai Nusa Tenggara, Sulawesi bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sumatera bagian selatan," kata dia.

"Dari perkiraan meteorologi, puncak cuaca ekstrem itu akan terjadi pada akhir Januari atau awal Februari tahun depan," kata dia.

Kejadian di beberapa daerah

Di Kalimantan Barat, peringatan dini telah disampaikan kepada masyarakat sejak jauh hari. BMKG setempat memperingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam melaut. Pasalnya, cuaca ekstrem yang terjadi di penghujung 2011 ini menyebabkan gelombang laut bisa mencapai ketinggian 2 hingga 3 meter.

Daerah yang berpotensi terjadi gelombang tinggi itu antara lain di Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan.

Kasi Observasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak, Giri Darmoko mengatakan dari pantauan satelit NOAA, gumpalan awan hitam terus berkumpul di perairan dan menuju daratan Kabupaten Kubu Raya, puncak musim hujan lebat akan terjadi pada bulan November dan Desember. BMKG juga menyatakan, curah hujan akan sangat tinggi, yakni 300-400 mm.

Peringatan BMKG Pontianak itu bukan isapan jempol belaka. Buktinya, Kapal Kargo KLM Jujur Harapan dengan 24 awak hilang di perairan Kendawangan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat pada Selasa 29 November 2011 lalu. Diduga, kapal hilang setelah dihajar gelombang tinggi.

Tak hanya itu, Sabtu 3 Desember 2011, Kapal Express Cargo Super Mitra dengan bobot berton-ton tenggelam di sekitar Pulau Sempadeh Kabupaten Ketapang. Satu orang tewas. Selain itu, gelombang tinggi juga menenggelamkan kapal tug boat Makmur Abadi di sekitar Pulau Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, pada waktu yang hampir bersamaan.

Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat juga telah memperingatkan warganya. Pemerintah setempat menginstruksikan 33 kecamatan dari 47 kecamatan untuk siaga bencana. Jumlah ini merupakan 90 persen dari luas wilayah kabupaten yang total luasnya mencapai 419.970 hektar ini.

Sukabumi rawan akan bencana alam longsor, tsunami, gempa bumi, banjir, angin ribut hingga kebakaran hutan. Kontur tanah dan letak geografis menjadikan Sukabumi rawan terhadap banyak bencana.

Dari data BPBD kabupeten Sukabumi hingga bulan Oktober 2011 telah terjadi 85 kejadian bencana alam yang menimbulkan kerugian miliaran rupiah dan belasan korban jiwa. Adapun rinciannya adalah, 36 kejadian longsor, 15 kejadian angin ribut, 7 kejadian gempa bumi, 5 kejadian banjir, dan kejadian lain lain seperti kebakaran hutan, pohon tumbang dan pergesaran tanah ada 11 kejadian.

Saat peralihan musim ini semua harus waspada terutama pada pergerakan tanah dan longsor. Jumlah kejadian bencana ini seringkali muncul dan longsor merupakan bencana terbanyak sepanjang tahun ini.

“Kontur tanah dan kondisi geografis yang cendrung bergelombang menjadikan potensi bencana ini tinggi. Hal ini ditambah dengan kebiasaan masyarakat yang membuat rumah di bukit-bukit dan bantaran sungai," kata Usman Susilo Kepala Bidang Penaggulangan Bencana (BPP), Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupetn Sukabumi, kepada VIVAnews, 4 November 2011.

Sumber: VivaNews

0 komentar:

Posting Komentar