Pembedahan merupakan langkah yang biasa diambil untuk menangani penyumbatan usus besar atau Hischsprung (Megakolon Kongenital). Namun, langkah ini dipandang berisiko dengan angka kegagalan cukup tinggi, yang ditandai peradangan usus, komplikasi, bahkan kematian.
Di tengah persoalan itu, Dr.dr. Rochadi, Sp.B., Sp.BA.,(K), pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, mengembangkan teknik operasi baru untuk memperkecil timbulnya komplikasi.
Penyakit Megakolon merupakan kelainan bawaan akibat penyempitan saluran usus besar yang mengakibatkan penderita kesulitan buang air besar. Menimpa satu dari setiap 5.000 kelahiran di Indonesia, sehingga dalam setahun, jumlah penderitanya diperkitakan mencapai 1.200 orang.
Rochadi memaparkan, tindakan pembedahan pada pasien Megakolon biasanya dilakukan dengan membuka dinding perut, membuat lubang pada perut, dan memotong usus besar dengan posisi operasi telentang.
Namun, dengan metode Posterior Sagittal Neuroctomy Repair for Hischsprung Disease (PSNRHD) yang ia kembangkan, tindakan pembedahan hanya dilakukan satu kali dengan melakukan operasi langsung di daerah yang mengalami penyempitan, lewat irisan intergluteal dengan posisi pasien telungkup.
"Teknik ini merupakan teknik operasi yang sederhana, cukup satu tahapan operasi, lebih cepat dan peralatan yang minimal. Harapannya dengan teknik ini, operasi bisa dilakukankan di rumah sakit kabupaten karena kebanyakan operasi untuk penyakit ini hanya dikerjakan di rumah sakit tipe A,” katanya, Kamis, 23 Februari 2012.
Rochadi menambahkan, pembedahan dengan teknik ini hanya membutuhkan sekitar 30 menit, jauh lebih singkat dibanding dengan teknis operasi terdahulu yang membutuhkan waktu sekitar 2,5 hingga 3 jam. Teknik baru ini juga mampu memperkecil risiko peradangan usus, komplikasi, susah buang air besar, dan kematian.
Pada Januari 2005, Rochadi melakukan penelitian terhadap 104 penderita Megakolon dengan rentang berusia 1 bulan sampai 9 tahun. Hasilnya, risiko terjadinya peradangan usus, komplikasi, susah buang air besar, dan kematian cukup rendah.
Melalui teknik operasi baru kejadian sembelit (konstipasi) yang muncul sebanyak 7 kasus (11,95), sedangkan dengan teknik operasi lama muncul sebanyak 19 kasus (42,2%). Kejadian luka atau peradangan usus (enterokolitis) dengan teknik baru hanya muncul 4 kasus (6,8%), sedangkan dengan teknik operasi lama muncul 14 kasus (31,1%).
Kejadian komplikasi yang tinggi juga terlihat saat pembedahan dengan teknik operasi lama, yaitu ada 16 kasus (35,6%). Sementara dengan teknik operasi baru hanya muncul 6 kasus penderita yang mengalami komplikasi.
Ia menambahkan bahwa teknik operasi baru mampu meningkatkan ketahanan dan kualitas hidup pasien lebih baik dibanding dengan teknik operasi lama. Kematian pada penderita Megakolon pada umumnya terjadi akibat enterokolitis pascabedah dan konstipasi pasca bedah.
Dokter spesialis bedah anak RSUP Dr. Sardjito ini berharap teknik baru ini bisa menjadi solusi penanganan manual yang masih dilakukan di sejumlah daerah. “Para tenaga kesehatan di daerah biasanya menggunakan pisang atau bambu yang dimasukkan ke anus. Cara ini sebenarnya berisiko melukai lubang anus," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar